Langsung ke konten utama

Professor Sabbatical? Gimana dong?

Hai semua!

Bulan ini tepat satu tahun professor saya sabbatical di Seattle. Nah, jadi setelah satu semester saya di lab Echem Agustus 2018 lalu, professor saya harus sabattical selama satu tahun. Itu artinya lab akan berjalan tanpa kehadiran professor secara fisik.  Kalau ditanya gimana rasanya, ya ada enak dan enggaknya. Ada positif dan negatifnya.

Apa sih sabbatical itu? Kalu disearch via google, ini artinya:
" A period of paid leave granted to a university teacher to other worker for study or tavel, traditionally one year for every seven years worked."
Nah, professor saya ini udah ngajar di univ yang sekarang selama kurang lebih tujuh tahun, maka dari itu ia dapat mengambil kesempatan rehat selama satu tahun, tetapi masih digaji. Selama satu tahun itu, biasanya professor enggak leha-leha di rumah gitu, tapi milih buat gabung jadi research fellow di universitas tertentu. Universitas tujuan ini juga terserah mau di dalam negeri ataupun luar negeri. Intinya professor off dulu dari kampus selama satu tahun. In case of professor saya, beliau milih jadi research fellow di Univerity of Washington di Seattle, USA. Beliau gabung di salah satu lab di sana dan menimba ilmu kembali di sana. 


Pertengahan bulan ini professor bakal balik lagi ke Korea dan kembali ngajar September besok. Selama satu tahun ini memang nggak ada professor di lab, tapi jangan bayangkan bisa enak-enak leha-leha karena semua aktivitas lab berjalan seperti biasa. Bedanya, kalau mau komunikasi sama professor harus lewat email, nggak bisa langsung ketuk pintu office seperti biasa. Meeting mingguan pun tetap jalan, cuma bedanya harus lewat skype.

Awal-awal rasanya aneh memang, cuma lama-lama ya biasa aja. Sisi positifnya nih, kerja rasanya bisa lebih tenang. Biasanya prof tetiba masuk ke ruang lab buat ambil minum atau nyariin anak lab. Nah berhubung prof nggak ada, jadilah nggak ada yang tetiba masuk dan bikin kaget. Hahahaha...
Selain itu, nggak sungkan buat kerja sampe jam berapapun. Entah ini normal enggak. Jadi sebenarnya wajar aja sih kalau ada prof dan kerja sampe malem, cuma kalau saya pribadi lebih nyaman kalau prof nggak ada. Selain itu sambi eksperimen kalo malem, biasanya saya setel musik dan sing along. Nah kalau ada prof yang kebetulan mampir ke office sehabis main tennis, kan berasa sungkan. Hehehehe...

Lepas dari sisi enaknya, tapi ada nggak enaknya juga. Biasanya kalau ada yang nggak paham bisa langsung ketuk pintu office terus tanya langsung. Nah kalau ini harus via email, terus tunggu dulu sampe dibales. Syukur kalau dibalesnya cepet, tapi biasanya agak lama karena time gap yang lumayan banyak. Selain itu, karena kita lagi LDR (ceile...), maka kita nggak tau persis kesibukan prof. Kadang prof minta off meeting jadilah laporan mingguan tertunda. Ya kalau kebetulan nggak ada kendala sama kerjaan. Nah kalau ada itu yang bikin syedih karena nggak tau harus ngapain dan semuanya dipikirin sendiri. :(

Yap kira-kira gitu deh rasanya ditinggal sabbatical setahun sama prof. Kalau kebetulan kalian mau atau sedang ditinggal prof sabbatical, jangan panik. Semua akan baik-baik saja. Kuncinya cuma satu, komunikasi harus lancar. Manfaatkan meeting mingguan via skype buat laporan progress sekaligus diskusi. Tanyakan apapun yang kalian nggak faham. Kalian juga harus lapor tuh apa-apa aja yang terjadi di lab, semacam 'general issue'. Dengan saling jujur dan terbuka, maka saya yakin semua baik-baik saja. Kalian juga tetep harus kerja professional meskipun prof nggak ada. Tugas-tugas lab dan kuliah dikerjakan sebaik mungkin dan tetep rajin belajar mandiri tentunya. 

Oke, segitu aja cerita tentang ditinggal prof sabbatical. Sabbatical memang jadi hal yang biasa dan tak terhindarkan. So, enjoy saja!!!



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Europe trip 2023

Hi! Udah lama banget engga nulis di blog. Entah sebenernya ini blog ada yang baca atau engga, tapi biarlah jadi memori suatu hari nanti mungkin bisa jadi semacem buku digital. Keputusan buat europe trip tahun ini memang sebenarnya sedikit mendadak. Tetiba temen sekantor menginspirasi buat solo trip sebelum visa pertama habis. Jadilah liat-liat negara mana aja yang mungkin bisa didatangi sesuai budget dan akhirnya pilih Austria, Slovakia, Hungaria, Ceko, dan Polandia. Rentang waktunya adalah sepuluh hari, pas banget dimulainya dari mid-summer sampai sebelum summer course dimulai. Buat rutenya, aku dibantu planning sama pak Ali, tetangga rumah yang udah keliling banyak negara di Eropa.  Selama trip sepuluh hari, aku cuma nyiapin beberapa baju yang nantinya bisa dilaundry dengan cepat, jadinya cuma satu backpack. Tapi, backpack yang aku beli ini menurutku lumayan unik karena selain muat banyak, dalemnya mirip kayak koper, dan super light. Buat temen-temen yang mau backpack mungkin bis...

Merawat luka 💔

Hai semua! Pernah ga sih kalian merasa sad, heartbreak, disappointed, atau perasaan yang senada? If yes, kamu nggak sendirian. Seriously! Sebagai manusia normal yang punya perasaan, tentu pernah dong. Apalagi buat teman-teman yang punya hati sangat lembut atau perasa, maka perasaan-perasaan itu terasa lebih vivid. It is okay not to be okay, you can be sad, heartbreak, and disappointed. Nah tapi yang perlu digaris bawahi di sini adalah, how to navigate those feelings? Gimana cara merawat hati yang terluka? Kali ini aku akan berbagi sedikit tentang bagaimana aku berdamai dengan luka tersebut dan bagaimana aku berjuang untuk sembuh. Yang namanya luka, sakit, ya berarti butuh obat. It might take some times, but that's fine. Kita bisa ambil baby steps, dikit-dikit aja asal progress. Semua demi kesehatan jiwa dan raga. Bukan begitu? Beberapa poin ini bisa teman-teman coba, bagitu juga ini jadi reminder buat aku pribadi. Simak ya: 1. Take a break to breath Yes! Bernapas. Kalau lagi kena a...

Assalamualaikum Lappeenranta!

Halo-halo... Setelah beberapa bulan off dari blog akhirnya balik lagi. Dalam beberapa bulan terakhir emang lagi sibuk-sibuknya urus ini itu dan segala perintilan persiapan studi lanjut di Finlandia. Kali ini saya akan menceritakan perjalanan saya dari Indonesia ke kota Lappeenranta di Finlandia tempat saya akan belajar dalam beberapa tahun ke depan. Setelah resign dari kantor di Bali, akhirnya saya pulang ke rumah orang tua. Sekitar tiga minggu akhirnya waktu itu saya gunakan untuk berkunjung ke beberapa lokasi sekitar Wonogiri, termasuk Solo, Sragen, dan tentu saja Jogja. Tidak hanya sekedar plesir, tapi saya benar-benar berusaha menggunakan waktu yang saya miliki untuk bersama dengan keluarga dan teman-teman terdekat. Ditambah lagi senang sekali bisa bersilaturahmi ke kampus tercinta. Setiap sebelum pergi studi lanjut, saya selalu re-charge kembali ke kampus saat S1 demi mendengarkan wejangan ataupun cerita-cerita seru dari dosen-dosen di Pendidikan Fisika.  Waktu yang dinanti ti...