Aku dan mbak Mira mulai menyalurkan hasrat bolang kami.
Sebenarnya kami tak tau arah jalan ini. Posisi kami yang berada di tengah kampung
membuat kami penasaran untuk menjelajah sampai ujung kampung. Kedua kami tampaknya
memilih untuk melangkah naik gunung menyusuri bagian barat kampung, yang
berarti kami memilih jalan menanjak dari pada menurun, dengan pertimbangan
supaya tak lelah saat pulang nanti.
Karena penasaran, kami mengikuti mereka dan mulai
mengakrabkan diri dengan mereka. Ternyata memang setiap pagi mereka berdua
melakukan kegiatan ini. Setiap pagi pula mereka berangkat ke sekolah dengan
kondisi belum mandi dan sarapan, tapi sudah berdandan rapi. Yanti yang notabene
masih kelas 5 SD, sudah memakai bedak dan celak mata. Mungkin ini hal yang
biasa bagi anak-anak di sana.
Perjalanan masih terus berlanjut sampai berakhir di rumah
salah seorang anak yang bernama Ida. Rumah Ida berada di atas, dan selanjutnya
hanya tinggal beberapa rumah saja di atas. Rumahnya terhitung bagus untuk
ukuran rumah di kampung. Satu hal yang membuat saya heran, sebagus apapun rumah
di dusun Lengkong, tetap saja bagian dapurnya terpisah dari bagian rumah utama
dan masih berlantaikan tanah dengan anyaman bambu sebagai temboknya. Selain
itu, tak ada kamar mandi di sana, kalaupun ada hanya berupa bilik dari anyaman
bambu yang tingginya kurang lebih setengah badan. Ciri khas dan keunikan bagi
dusun ini.
Kami di sambut
ramah oleh orang tua Ida. Ternyata dibelakang rumah Ida, terdapat sungai yang
jernih. Disungai itulah tempat Ida dan keluarganya serta tetangga sekitar
rumahnya melakukan aktivitas mandi, mencuci, dan buang air.
Tak lama kemudian sarapan pagi keluar. Kami dipersilakan
untuk sarapan terlebih dahulu. Sudah menjadi tradisi di daerah ini, kalau ada
tamu, pastilah disuguh dengan makan, atau minimal minum kopi atau teh ( seperti
marimas, es puter, dan sejenisnya ), dan sudah menjadi kewajiban tamu untuk tak
menolak suguhan itu. Jadilah kami berdua sarapan di rumah Ida. Sepiring nasi
hangat di temani ikan tongkol dan sayur jamur menjadi sarapan kami pagi itu.
Lama di perjalan, kami mengobrol banyak dengan mereka dan
menggali banyak informasi dari mereka. Anak-anak dusun Lengkong yang kuat,
raihlah mimpi-mimpi kalian meski harus bersusah payah.
Gara-gara lansep berdukun, aku dan mbak Mira jadi agak parno
jika ingin memetik sesuatu. Padahal, kalau dipikir-pikir, sebenarnya itu hanya
mitos dikalangan anak-anak saja. Tujuannya agar mereka tak sembarangan memetik
buah milik orang lain, dan terlebih dahulu meminta izin kepada pemilik jika
menginginkan. Untunglah, dengan mitos yang beredar itu, buah lansep ataupun
buah apa saja yang ada seperti alpukat, durian, jambu, rambutan, dan pisang, tetap
aman dari kejahilan anak-anak meski sudah matang sekalipun. Biarlah mitos itu
tetap bertahan, dan semoga kelak mereka menyadari kebohongan mitos itu dengan
memahami maknanya. Semoga.
Beautiful scenery at Dusun
Lengkong: Wednesday, 3rd April 2013. J
Komentar
Posting Komentar