Nah kan...umur ngga kerasa udah 25 dan sepertinya hampir semua orang mengajukan pertanyaan serupa, senada, sewarna:
"Kapan nikah?"
"Gimana, udah ada calon kan?"
"Orang mana calonnya?"
"Kapan nih ga single?"
"Habis ini nyusul ya?"
"Habis ini nyusul ya?"
Hahaha... yes, those are true. Saya tak bisa memungkiri itu semua. Mulai dari saudara, teman, dosen, dan bahkan random person yang ditemui di tempat umum juga bisa tanya, "Masih sendiri kan mbak?"
Oh God...
Mama saya pun tak luput dari serangan pertanyaan-pertanyaan itu:
"Bu, kapan nih mantunya?"
"Kapan anaknya nikah?"
Jika dipikir, lucu juga sih. Itu artinya orang-orang tersebut punya perhatian khusus untuk kami. Mereka peduli. Anggap saja begitu.
Mungkin bagi sebagian besar orang pertanyaan-pertanyaan itu bikin anxious, stress, pusing sendiri lalu buru-buru cari pacar atau mungkin jalur taaruf jadi pilihan kilat. Perjodohan pun juga bisa terjadi. bagi saya pribadi, saya termasuk orang yang berfikir panjang untuk menikah. At some point, saya mikir antara penting nggak penting gitu malahan. Saya sadar, itu pemikiran salah kalau saya berfikir nikah itu nggak penting. Mungkin lebih tepatnya karena belum menemukan "the one" yang bisa meyakinkan saya untuk menikah alias belum ketemu jodohnya. Jadi ya begitulah punya pikiran yang rada ngelantur. Hahah...
Apa yang ada di otak saya mungkin berbeda dengan apa yang ada di otak para pembaca sekalian. Kalau beda nggak papa lah ya, saya cuma mau berbagi pandangan saja, jangan diambil pusing atau diambil hati. Bagi saya, menikah itu berarti siap secara lahir batin hidup mandiri tanpa campur tangan orang tua dan berani bertanggung jawab untuk hidup seutuhnya selamanya bersama pasangan.
Oke, ada beberapa hal yang saya garis bawahi disini:
Pertama, mandiri. Dari janin sampai sekarang, selalu ada peran orang tua. Sebenarnya saya termasuk orang yang lama hidup jauh dari orang tua. Tapi tak bisa dipungkiri meski jauh apapun tetap ada peran orang tua, support orang tua. Kemarin sewaktu pulang liburan ke Indo, saya sadar bahwa di mata orang tua saya, saya tetaplah anak. Ya senormalnya anak yang perlu diurusin dari A sampai Z. Nah, beda ceritanya kalau sudah berani menikah, ya sudah berani mandiri. Contohnya, dari urusan finansial. Dari saya pribadi, saya benar-benar tidak ingin merepotkan orang tua dalam urusan biaya nikah. Simpelnya, nikah pakai biaya sendiri. Makannya, dengan kondisi saat ini rasanya saya belum siap secara finansial. Ya memang, sekarang sudah tidak ada support finansial lagi dari orang tua dalam kehidupan sehari-hari. Tapi untuk urusan menikah, modal sendiri lah ya. So, yuk nabung :)
Kedua, tanggung jawab. Tanggung jawab disini urusannya bukan cuma sama manusia tapi juga sama Tuhan. Menikah ya berarti kan ada perjanjian dihadapan manusia dan Tuhan untuk bersama sehidup semati. Berarti, ini hal yang serius bukan buat mainan. Pastikan benar kalau sudah siap dan mantap untuk berani bertanggung jawab. Karena menikah pun juga ibadah, so pastikan ada orientasi akhirat di dalamnya. Pasangan kita kan bakal jadi partner beribadah seumur hidup tuh, jadi harus pastikan kompak ya. Kompak berarti ada unsur saling menjaga disitu, saling berusaha untuk jadi pribadi yang lebih baik, dan saling mengingatkan antara satu sama lain.
Ketiga, bersama pasangan. Ya namanya menikah kan berarti menyatukan dua manusia yang berbeda, Perlu ada banyak diskusi dan saling adjustment. Tadinya yang apa-apa cuma dipikir sendiri, sekarang harus dipikir berdua. Kalau masih sendiri, mau makan apa, mau ngapain, mau pergi kemana, ya terserah. Langsung gas juga nggak papa. Nah kalau sudah menikah segala printilan itu pun perlu diomongin ke pasangan supaya bisa terus jalan bareng seirama. Ini berat, iya gimana dong. Namanya juga dua manusia yang beda karakter, latar belakang. Perlu kelapangan hati dan pikiran dalam segala aspek supaya tetap adem ayem langgeng gitu. Perlu ada saling kerjasama bersama pasangan. Contoh simpelnya gini deh, tugas rumah kan banyak. Ya saling bagi tugas dong. It happens in my family. Saya melihat ada kerjasama yang apik antara mama dan ayah saya. Bagi-bagi pekerjaan rumah adalah hal yang biasa. Di pagi hari, mama saya cuci baju dan masak, sementara ayah saya beres-beres rumah dan cuci piring. Setelah itu, mereka berdua pergi bekerja. Sepulang kerja juga demikian, mama saya seterika baju, sementara ayah saya siapkan makan malam ataupun rapikan hal lain yang ada dirumah. Itu contoh-contoh simpelnya yang saya yakin dari contoh simpel itu berarti juga ada kerjasama yang keren di aspek yang lainnya.
Oke, panjang ya? Rumit?
Ya memang, tapi jangan dipikir berat-berat juga. Jangan menikah karena temen-temen udah nikah. Jangan menikah karena udah capek ditanyain kapan nikah. Jangan menikah karena XYZ yang akhirnya membuatmu terbebani. Ingat, ini sekali seumur hidup loh. Menikah juga bukan balapan, bukan perlombaan yang ada menang kalahnya. Ini tentang hidupmu.
Beruntung, orang tua saya punya pemikiran yang selow. Mereka sangat mengerti kondisi saya dan sangat support dengan apa yang saya yakini. Mereka bahkan nggak pernah tanya "Kapan". Bagi kedua orang tua saya, restu itu selalu ada jika memang saya sudah yakin dan mantap untuk menikah. Mereka tak menyuruh ataupun melarang saya menikah. "Terserah," begitulah kata mereka. Mereka punya keyakinan kalau setiap orang punya jalannya masing-masing. Pernah suatu ketika mama saya bilang, "Kalaupun kamu mau menikah selama masih studi ya nggak papa, nggak usah nunggu lulus". Kalau ayah saya lebih selow lagi, "Sekarang kan kamu masih sekolah, ya selesaikan dulu. Urusan begitu itu (menikah), jangan dibuat pusing. Toh kamu punya Allah, tenang aja." Yap, beruntunglah saya punya mereka :'))
Kalau dari survey ke beberapa teman yang udah menikah, "Enak nggak sih menikah?" ya jawabannya beragam. Tapi intinya ya ada enaknya ada enggaknya tergantung bagaimana menyikapinya. Kalau dilihat dari sosmed sih ya cuma yang indah-indah aja yang keliatan. But, in reality, ya sangat bergantung gimana-gimananya. Kalau menikah jadi sesuatu hal yang menyeramkan, kayaknya nggak bakal ada orang nikah di dunia ini. Wkwkwk...
Jadi gimana nih, Kapan Nikah?
Nanti, kalau sudah ada yang melamar. :)
Bukankah begitu?
Komentar
Posting Komentar