Sudah lama saya ingin menulis ini. Rasanya akan jadi hal yang menumpuk dihati kalau uneg-uneg ini tak dikeluarkan.
Desclaimer : Saya nggak bermaksud sombong atau apa. Pendapat kalian adalah hak kalian. Disini saya hanya ingin berbagi bagaimana akhirnya, setelah sekian waktu Allah mewujudkan mimpi saya. Semoga ini jadi penyemangat bagi kawan-kawan yang juga berjuang untuk meraih mimpinya, berjuang untuk menuntut ilmu setinggi-tingginya agar kelak jadi hamba yang semakin taat pada-Nya.
Kisah ini mungkin akan terbagi menjadi beberapa part. Tapi kali ini saya akan menceritakan hal-hal yang telah saya lalui sebelum akhirnya tiket emas ini benar-benar berada di tangan.
Sejak awal tahun 2017, dosen saya selalu mengingatkan saya untuk mencoba mengemail beberapa professor yang sekiranya bisa membimbing saya di pascasarjana nanti. Sejak awal tahun pula saya sudah menyiapkan berkas-berkas pendaftaran entah ke berapa macam jenis beasiswa. Saya benar-benar menginginkan kuliah lanjut.
Oke, satu persatu berkas aplikasi akhirnya dikirimkan, disubmit. Sebelumnya, mungkin dosen saya juga sudah bosan melihat tingkah polah saya yang mondar mandir cari surat rekomendasi, urus ini itu, dikit-dikit minta tanda tangan, bahkan saya pernah meminta dosen pembimbing saya untuk mengoreksi CV saya. Saya juga sangat rajin men-translate kan dokumen-dokumen saya ke dalam bahasa inggris. Ya, semuanya terasa kompleks tapi memang begitulah alurnya. (Well, jangan tanya habis biaya berapa, tapi itu suatu keharusan)
Bulan-bulan selanjutnya, kabar buruk itu mulai berdatangan. Saya tidak diterima di salah satu jenis beasiswa. Tak satu pun. Ya, pahit memang. Saya hampir putus asa dibuatnya. Tapi kembali lagi, saya bersyukur masih dikelilingi orang-orang yang terus memberi semangat. Orang tua, teman, dan dosen pembimbing yang sangat pengertian. Saya bangkit lagi. Tapi kali ini saya mencoba mengirimkan berkas untuk bekerja di suatu perusahaan. Singkat cerita, saya diterima. Hanya selang sebulan setelah wisuda saya diterima di perusahaan sebagai editor.
Setelah bekerja menjadi editor, saya tak lantas menyerah. Saya masih belajar bahasa, tes bahasa (entah sudah berapa kali dan menghabiskan berapa biaya), dan tentunya rajin browsing professor yang prospek untuk dijadikan pembimbing. Di tahap ini entah sudah berapa professor yang saya email, rasanya tak terhitung. Saya bahkan punya banyak format kata-kata untuk mengemail professor. Tapi, hanya sedikit professor yang membalas. Pun balasan itu membawa kabar yang sama meski dalam kalimat-kalimat yang berbeda. Intinya, professor itu belum menerima saya.
Saya sempat frustasi dibuatnya. Ingin rasa berhenti, tapi kembali lagi ke niat awal. Mimpi ini hanya akan jadi mimpi seumur hidup kalau tidak diwujudkan. Saya kembali berjuang.
Suatu ketika professor dari salah satu universitas di Taiwan mengadakan walking interview kepada calon-calon mahasiswa pascasarjana. Langsung saja saya mendaftar jauh-jauh hari. Bahkan jauh-jauh hari pula saya telah menyiapkan berkas, dan tentu saja latihan wawancara. Saya sudah buat draft QnA nya. Saya lakukan itu benar-benar jauh-jauh hari supaya saya siap dengan berbagai jenis pertanyaan yang sekiranya muncul. Saya hafalkan, baca, hafalkan, praktikkan hingga benar-benar diluar kepala.
Surat jaminan dari Professor |
Alhamdulillah, syukur yang tak terkira saya panjatkan. Allah akhirnya menjawab doa saya. Siang itu, sebuah email dari professor masuk. Dengan hati-hati, penasaran, dan takut, saya buka email itu. Belum ada semenit, hebohlah saya. Salah seorang professor di Energy Electrochemistry Laboraty, Kumoh National Institute of Technology menerima saya sebagai mahasiswanya. Di luar dugaan saya, beliau justru memberikan tawaran yang sangat fantastis. Beliau menawarkan master and PhD integrated program, artinya jenjang master dan doktoral menjadi satu kesatuan dan bisa diselesaikan kurang dari lima tahun. Saya pun memantapkan hati untuk menerimanya, I say YES! :)
Alhamdulillah, saya diterima di universitas tersebut dengan beasiswa dari professor. Allah mengirimkan jawaban-jawaban melalui professor itu. Alhamdulillah. Saya percaya dan yakin bahwa Allah itu pasti mendengar doa hamba-Nya. Allah melihat usaha-usaha hamba-Nya. Gusti Allah mboten sare. Ketetapan itu pasti akan datang pada saat yang tepat.
Alhamdulillah, saya diterima di universitas tersebut dengan beasiswa dari professor. Allah mengirimkan jawaban-jawaban melalui professor itu. Alhamdulillah. Saya percaya dan yakin bahwa Allah itu pasti mendengar doa hamba-Nya. Allah melihat usaha-usaha hamba-Nya. Gusti Allah mboten sare. Ketetapan itu pasti akan datang pada saat yang tepat.
Dengan semangat 45 saya memberi kabar pada orang tua, sahabat, dan tentunya dosen pembimbing. Bahagia luar biasa. Ini jadi kado yang indah untuk mereka. Seiring dengan adanya kabar itu, saya sadar, ini baru awal. Saya harus berlipat-lipat lebih kuat dan lebih siap dengan tantangan yang ada selanjutnya. Kini saya sedang menyiapkan berkas-berkas yang dibutuhkan. Akan saya ceritakan lagi di part selanjutnya. Salam. :)
Mbak afii akuu terharuuu 😭😭. Selamat yaa mbakkk. Akuu disini cumaa bisa ngasih doaaa.😆 Smogaa sukses kuliahnya mbak. Mantapplah 👍👍
BalasHapusAamiin..aamiin... terimakasih Ade... Sukses juga untuk dirimu :)
BalasHapusBarakallah mba afiii, ditunggu part 2 nya yaaa ... Hehehe
BalasHapusInsyaAllah... :)
Hapus