Langsung ke konten utama

Study Abroad? (Part 1, I say Yes!)

Sudah lama saya ingin menulis ini. Rasanya akan jadi hal yang menumpuk dihati kalau uneg-uneg ini tak dikeluarkan. 

Desclaimer : Saya nggak bermaksud sombong atau apa. Pendapat kalian adalah hak kalian. Disini saya hanya ingin berbagi bagaimana akhirnya, setelah sekian waktu Allah mewujudkan mimpi saya. Semoga ini jadi penyemangat bagi kawan-kawan yang juga berjuang untuk meraih mimpinya, berjuang untuk menuntut ilmu setinggi-tingginya agar kelak jadi hamba yang semakin taat pada-Nya.

Kisah ini mungkin akan terbagi menjadi beberapa part. Tapi kali ini saya akan menceritakan hal-hal yang telah saya lalui sebelum akhirnya tiket emas ini benar-benar berada di tangan.

Sejak awal tahun 2017, dosen saya selalu mengingatkan saya untuk mencoba mengemail beberapa professor yang sekiranya bisa membimbing saya di pascasarjana nanti. Sejak awal tahun pula saya sudah menyiapkan berkas-berkas pendaftaran entah ke berapa macam jenis beasiswa. Saya benar-benar menginginkan kuliah lanjut.

Oke, satu persatu berkas aplikasi akhirnya dikirimkan, disubmit. Sebelumnya, mungkin dosen saya juga sudah bosan melihat tingkah polah saya yang mondar mandir cari surat rekomendasi, urus ini itu, dikit-dikit minta tanda tangan, bahkan saya pernah meminta dosen pembimbing saya untuk mengoreksi CV saya. Saya juga sangat rajin men-translate kan dokumen-dokumen saya ke dalam bahasa inggris. Ya, semuanya terasa kompleks tapi memang begitulah alurnya. (Well, jangan tanya habis biaya berapa, tapi itu suatu keharusan)

Bulan-bulan selanjutnya, kabar buruk itu mulai berdatangan. Saya tidak diterima di salah satu jenis beasiswa. Tak satu pun. Ya, pahit memang. Saya hampir putus asa dibuatnya. Tapi kembali lagi, saya bersyukur masih dikelilingi orang-orang yang terus memberi semangat. Orang tua, teman, dan dosen pembimbing yang sangat pengertian. Saya bangkit lagi. Tapi kali ini saya mencoba mengirimkan berkas untuk bekerja di suatu perusahaan. Singkat cerita, saya diterima. Hanya selang sebulan setelah wisuda saya diterima di perusahaan sebagai editor. 

Setelah bekerja menjadi editor, saya tak lantas menyerah. Saya masih belajar bahasa, tes bahasa (entah sudah berapa kali dan menghabiskan berapa biaya), dan tentunya rajin browsing professor yang prospek untuk dijadikan pembimbing. Di tahap ini entah sudah berapa professor yang saya email, rasanya tak terhitung. Saya bahkan punya banyak format kata-kata untuk mengemail professor. Tapi, hanya sedikit professor yang membalas. Pun balasan itu membawa kabar yang sama meski dalam kalimat-kalimat yang berbeda. Intinya, professor itu belum menerima saya.

Saya sempat frustasi dibuatnya. Ingin rasa berhenti, tapi kembali lagi ke niat awal. Mimpi ini hanya akan jadi mimpi seumur hidup kalau tidak diwujudkan. Saya kembali berjuang.

Suatu ketika professor dari salah satu universitas di Taiwan mengadakan walking interview kepada calon-calon mahasiswa pascasarjana. Langsung saja saya mendaftar jauh-jauh hari. Bahkan jauh-jauh hari pula saya telah menyiapkan berkas, dan tentu saja latihan wawancara. Saya sudah buat draft QnA nya. Saya lakukan itu benar-benar jauh-jauh hari supaya saya siap dengan berbagai jenis pertanyaan yang sekiranya muncul. Saya hafalkan, baca, hafalkan, praktikkan hingga benar-benar diluar kepala. 

Surat jaminan dari Professor
Hari wawancara tiba dan saya sangat percaya diri. Saya minta restu orang tua dan orang-orang terdekat saya. Tak lupa saya berdoa pada Allah. Begitu akhirnya, saya keluar dengan secarik kertas berisi nama dan email professor yang mewawancara saya. Glek, tak ada unconditional LoA ditangan. Sebagai manusia biasa, saya kembali down.

Orang-orang disekitar saya terus menyemangati, tapi apa daya diri ini tak akan bangkit kalau tidak ada kemauan dari dalam. Saya mencoba bersyukur dan kembali-lagi untuk berdialog dengan Sang Pencipta. Saya kembali menata pikiran, hati, dan membangun semangat yang sempat runtuh beberapa saat. Saya kembali berkutat dengan buku-buku, internet, dan laptop. Gerilnya dimulai lagi. Kali ini target pun saya perluas. 

Alhamdulillah, syukur yang tak terkira saya panjatkan. Allah akhirnya menjawab doa saya. Siang itu,  sebuah email dari professor masuk. Dengan hati-hati, penasaran, dan takut, saya buka email itu. Belum ada semenit, hebohlah saya. Salah seorang professor di Energy Electrochemistry Laboraty, Kumoh National Institute of Technology menerima saya sebagai mahasiswanya. Di luar dugaan saya, beliau justru memberikan tawaran yang sangat fantastis. Beliau menawarkan master and PhD integrated program, artinya jenjang master dan doktoral menjadi satu kesatuan dan bisa diselesaikan kurang dari lima tahun. Saya pun memantapkan hati untuk menerimanya, I say YES! :)

Alhamdulillah, saya diterima di universitas tersebut dengan beasiswa dari professor. Allah mengirimkan jawaban-jawaban melalui professor itu. Alhamdulillah. Saya percaya dan yakin bahwa Allah itu pasti mendengar doa hamba-Nya. Allah melihat usaha-usaha hamba-Nya. Gusti Allah mboten sare. Ketetapan itu pasti akan datang pada saat yang tepat. 

Dengan semangat 45 saya memberi kabar pada orang tua, sahabat, dan tentunya dosen pembimbing. Bahagia luar biasa. Ini jadi kado yang indah untuk mereka. Seiring dengan adanya kabar itu, saya sadar, ini baru awal. Saya harus berlipat-lipat lebih kuat dan lebih siap dengan tantangan yang ada selanjutnya. Kini saya sedang menyiapkan berkas-berkas yang dibutuhkan. Akan saya ceritakan lagi di part selanjutnya. Salam. :)

Komentar

  1. Mbak afii akuu terharuuu 😭😭. Selamat yaa mbakkk. Akuu disini cumaa bisa ngasih doaaa.😆 Smogaa sukses kuliahnya mbak. Mantapplah 👍👍

    BalasHapus
  2. Aamiin..aamiin... terimakasih Ade... Sukses juga untuk dirimu :)

    BalasHapus
  3. Barakallah mba afiii, ditunggu part 2 nya yaaa ... Hehehe

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Europe trip 2023

Hi! Udah lama banget engga nulis di blog. Entah sebenernya ini blog ada yang baca atau engga, tapi biarlah jadi memori suatu hari nanti mungkin bisa jadi semacem buku digital. Keputusan buat europe trip tahun ini memang sebenarnya sedikit mendadak. Tetiba temen sekantor menginspirasi buat solo trip sebelum visa pertama habis. Jadilah liat-liat negara mana aja yang mungkin bisa didatangi sesuai budget dan akhirnya pilih Austria, Slovakia, Hungaria, Ceko, dan Polandia. Rentang waktunya adalah sepuluh hari, pas banget dimulainya dari mid-summer sampai sebelum summer course dimulai. Buat rutenya, aku dibantu planning sama pak Ali, tetangga rumah yang udah keliling banyak negara di Eropa.  Selama trip sepuluh hari, aku cuma nyiapin beberapa baju yang nantinya bisa dilaundry dengan cepat, jadinya cuma satu backpack. Tapi, backpack yang aku beli ini menurutku lumayan unik karena selain muat banyak, dalemnya mirip kayak koper, dan super light. Buat temen-temen yang mau backpack mungkin bis...

Merawat luka 💔

Hai semua! Pernah ga sih kalian merasa sad, heartbreak, disappointed, atau perasaan yang senada? If yes, kamu nggak sendirian. Seriously! Sebagai manusia normal yang punya perasaan, tentu pernah dong. Apalagi buat teman-teman yang punya hati sangat lembut atau perasa, maka perasaan-perasaan itu terasa lebih vivid. It is okay not to be okay, you can be sad, heartbreak, and disappointed. Nah tapi yang perlu digaris bawahi di sini adalah, how to navigate those feelings? Gimana cara merawat hati yang terluka? Kali ini aku akan berbagi sedikit tentang bagaimana aku berdamai dengan luka tersebut dan bagaimana aku berjuang untuk sembuh. Yang namanya luka, sakit, ya berarti butuh obat. It might take some times, but that's fine. Kita bisa ambil baby steps, dikit-dikit aja asal progress. Semua demi kesehatan jiwa dan raga. Bukan begitu? Beberapa poin ini bisa teman-teman coba, bagitu juga ini jadi reminder buat aku pribadi. Simak ya: 1. Take a break to breath Yes! Bernapas. Kalau lagi kena a...

Assalamualaikum Lappeenranta!

Halo-halo... Setelah beberapa bulan off dari blog akhirnya balik lagi. Dalam beberapa bulan terakhir emang lagi sibuk-sibuknya urus ini itu dan segala perintilan persiapan studi lanjut di Finlandia. Kali ini saya akan menceritakan perjalanan saya dari Indonesia ke kota Lappeenranta di Finlandia tempat saya akan belajar dalam beberapa tahun ke depan. Setelah resign dari kantor di Bali, akhirnya saya pulang ke rumah orang tua. Sekitar tiga minggu akhirnya waktu itu saya gunakan untuk berkunjung ke beberapa lokasi sekitar Wonogiri, termasuk Solo, Sragen, dan tentu saja Jogja. Tidak hanya sekedar plesir, tapi saya benar-benar berusaha menggunakan waktu yang saya miliki untuk bersama dengan keluarga dan teman-teman terdekat. Ditambah lagi senang sekali bisa bersilaturahmi ke kampus tercinta. Setiap sebelum pergi studi lanjut, saya selalu re-charge kembali ke kampus saat S1 demi mendengarkan wejangan ataupun cerita-cerita seru dari dosen-dosen di Pendidikan Fisika.  Waktu yang dinanti ti...