Kami berangkat berdua dengan naik bus umum dari terminal tirtonadi (Solo) dan turun di turun di depan masjid depan kawasan wisata Prambanan. Hari masih pagi dan matahari terasa hangat. Kami memasuki gerbang kawasan wisata di sambut semilir angin nan segar. Loket pembelian tiket rupanya agak jauh dari gerbang utama.
Penawaran tempat wisata ini cukup menarik, paket pertama 30.000 khusus Prambanan, paket kedua 45.000 spesia Prambanan-Ratu Boko. Merasa sudah jauh-jauh dari Solo, kami memilih paket kedua. Here we go...petualangan di mulai.
Mobil menuju candi Ratu Boko telah menunggu kami. Mobil itu memang khusus mengangkut para turis asing maupun lokal untuk menuju candi Ratu Boko dan sebaliknya. Hanya sekitar 10 menit dari candi Prambanan, kami sampai di sana. Lokasinya yang berada di bukit menjadikan udara di tempat ini sangat nyaman, berbeda sekali dengan udara di Solo.
Semangat 45, kami manaiki tangga yang jumlahnya ratusan, dan barulah tampak gerbang utama candi Ratu Boko. Euforia liburan dimulai, kami segera berpose di pintu gerbang candi Ratu boko. Karena kami hanya pergi berdua, alhasil kamera kami set dengan waktu 10 detik sebelum akhirnya menjepret kami berdua. Yah, mau bagaimana lagi, tapi hasilnya tetap bagus bukan?
Kami memasuki gerbang kawasan candi. Musik Jawa yang mengalun dari kaset menambah sakral suasana candi. Rumput nan hijau seperti karpet yang tergelar di seluruh kawasan ini. Mantap!
Petualangan menjelajah satu persatu bangunan yang ada di kawasan ini sungguh menguras tenaga. Bagaimana tidak, jarak satu bangunan dengan bangunan cukup jauh. Memang dulunya kawasan ini sebagai kerajaan, otomatis ada kawasan keputren ( ada tempat pemandiannya euy! Berarti dulu para putri biasa berendam disini), ada kawasan goa untuk bertapa ( sampai sekarang masih digunakan untuk bertapa kok), ada kawasan keraton utama singgasana raja, dan juga ada kawasan candi pembakaran (mungkin dulu digunakan untuk membakar mayat anggota kerajaan yang wafat.
Nah, nggak cuma turis lokal, ternyata ada juga turis asing yang ikut mblusuk-blusuk mengelilingi kawasan ini. Ide nakal pun muncul, tantangan untuk menguji kecakapan bahasa inggris kami. Kami memberanikan diri untuk menyapa dan mengajak mereka berfoto. Dengan muka merah seperti udang rebus dan keringat sebesar butir jagung menghiasi muka bule itu, mereka masih mau meladeni pertanyaan kami dan sedikit menceritakan perjalanannya. Ternyata beliau berdua ini suami-isteri yang sedang berlibur dari kesibukan mereka bekerja. Mereka berasal dari Inggris, tapi bekerja di China. Mereka memulai perjalanan dari Beijing, ke Kuala Lumpur, lalu Jakarta, dilanjutkan Bali, dan baru menuju Jogja. Sebaliknya beliau juga bertanya kepada kami apakah masih sekolah (mungkin karena terlihat kecil dan imut-imut), dengan menggebu-nggebu kami menjawab bahwa kami ini sudah kuliah alias mahasiswa. Hehehe.
Wah...mantap sekali perjalanan kedua turis ini. Melihat fotoku bersama mereka berdua terlihat seperti tangga nada, do re mi. Atau malah justru seperti foto keluarga kecil. Aku paling pendek diantara mereka, seperti anak mereka. Tapi kalau aku jadi anak mereka, kok item sendiri ya? Apa gara-gara kasus bayi tertukar? Hehe, biarlah, tapi yang paling mencolok ya tingginya itu. Entah karena mereka yang terlalu cepat tumbuhnya atau memang aku yang terlambat. Kurasa aku sudah minum susu berliter-liter. J
Puas menjelajah kawasan Ratu Boko, kami kembali ke Prambanan. Kami harus berjalan sekitar 200-300 meter sebelum akhirnya benar-benar memasuki kompleks candi. Namun rupanya kami harus berhenti sejenak untuk mengisi perut kami yang mulai ndangdutan. Kalau aku motor, pasti penunjuk bahan bakarnya sudah menunjukkan Empty. Rupanya petualangan di Ratu Boko tadi menguras tenaga kami.
Yah, beginilah mahasiswa yang notabene juga sebagai anak kos. Apa-apa harus dihemat, mulai dari makan, pulsa, bensin, dan segala macem kebutuhan harus dihemat, tapi bukan berarti pelit dan justru menyiksa diri. Ini lah salah satu cara kami liburan hemat. Sebelum berangkat, kami memilih membawa bekal untuk makan siang. Kalau dihitung-hitung lumayan juga, hemat berpuluh-puluh ribu.
Dibawah pohon yang rindangm kami menepi untuk makan siang. Mungkin ini terlihat agak norak dan memalukan. Tapi inilah solusi tepat untuk tetap kenyang, dan sehat badan plus kantong. Dengan lauk oseng-oseng sawi tahu dan tempe goreng, kami makan dengan lahap sambil menikmati pemandangan candi Prambanan nan kokoh di depan mata.
Makan siang yang sederhana dan spesial. Nggak setiap hari bakal menikmati makan siang model begini.
Aku masih saja tercengang setiap kali memasuki wilayah candi. Berbagai pertanyaan muncul dan mengusik pikiranku. Bagaimana dulu mereka membuat karya secanggih ini? Kontraktornya siapa coba? Berani dibayar berapa dia?Mulai dari desain, bahan, ukuran, cara menyusun, banyak pekerja, berapa lama, dan perekat apa yang digunakan. Entah lah, disini aku benar-benar mengagumi kuasa Tuhan. Karena hanya dengan kekuatan-Nya lah mereka dahulu yang belum tersentuh teknologi canggih sudah bisa membuat bangunan nan agung ini.
Kalau diperhatikan, dalam foto ini aku menggunakan kain batik yang diikatkan di pinggang. Aku lupa namanya apa, tapi memang setiap pengunjung wajib menggunakannya. Caranya pun tak sembarangan, ada tata kramanya. Ya, mungkin saja biar lebih sopan karena memasuki kawasan suci.
Kompleks Prambanan terdiri dari beberapa candi, aku lupa jumlahnya berapa, yang pasti bentuknya hampir mirip dan yang berada tengah itulah yang disebut-sebut sebagai candi Roro Jonggrang. Di dalamnya bersemayam patung Durga, yang di anggap sebagai Roro Jonggrang. Sulit mendeskripsikannya.
Selesai berkeliling kawasan prambanan, kami melanjutkan jalan-jalan kami ke kompleks candi yang berada di sekitar Prambanan. Ada banyak candi, seperti candi bubrah, candi lumbung, dan candi sewu. Dari ke empat kompleks candi, ini yang paling favorit bagiku, candi Sewu. Candi ini memiliki keindahan tersendiri. Satu kompleks tersiri dari lebih dari 200 candi, yang tak semuanya utuh. Ada yang satu sisinya rusak, ada yang tinggal setengah, dan ada potongan batu yang beraturan.
Feel kalau aku sedang berada di candi baru aku dapatkan di tempat ini. Ini baru benar-benar candi, keren banget. Kalau suruh memilih dari sekian candi tadi, aku memilih tempat ini. Tak seramai candi kompleks Prambanan, karena mungkin letaknya yang paling jauh dari gerbang depan. Meski nggak seramai yang lain, candi ini justru banyak diminati turis asing.
Kalau pergi ke kawasan ini enaknya pas sore, ya sekitar pukul tiga sore. Angin sore berhembus dan matahari bersinar lebih calm, membawa suasana kedamaian. Aneh juga sih, candi ini sebenarnya candi Budha, padahal yang lain candi Hindu. Betapa ini menunjukkan perdamaian yang terjalin antara kedua agama itu.
Liburan hari ini terasa sangat sempurna, dan berakhir di tempat yang sangat indah. Relief yang ada di setiap sudut candi seakan bercerita kepadaku tentang apa yang terjadi di masa lalu. Semua bagiannya terlihat begitu detil. Aku tak bisa membaca relief itu dan tak mengerti pula maksudnya, tapi uniknya aku bisa menikmatinya. Pertunjukan itu akan terus berlangsung sampai akhir zaman nanti, selama kita bisa mempertahankan keberadaan candi itu, merawatnya, dan melestarikannya. Prambanan-Ratu Boko, salah satu mozaik peradaban masa lalu, sebagai cermin masa kini dan selanjutnya. Selain itu, masih banyak mozaik yang belum aku jelajahi di Indonesia, bahkan di dunia ini.
Pulang dari Prambanan-Ratu Boko, hatiku bilang, “Yuk, semangat nabung dan mbolang lagi liburan semester depan.” :)
Komentar
Posting Komentar